backlink matic

Sabtu, 13 November 2010

Wanita Juga Bisa

RA Kartini yang dijamannya menjadi pelopor bagi emansipasi kaum perempuan, dan yang kini tetap menjadi sumber inspirasi bagi perjuangan hak Wanita Indonesia.

Wanita Indonesia masih berada dalam belenggu.

Berbagai aksi kaum Wanita untuk memperjuangkan haknya memang memperlihatkan bahwa dari sisi Wanita memang ada keinginan untuk lebih baik. Sayangnya fakta memperlihatkan bahwa Wanita Indonesia masih berada pada bagian belakang kualitas, dibandingkan dengan banyak Wanita di negara lain.

Dalam Millenium Development Goals, tiga capaian yang hendak dituju Indonesia amat berhubungan erat dengan Wanita Indonesia, indikator kesehatan dan kematian ibu, kemiskinan dan akses terhadap pendidikan. Demikian juga kalau dilihat dari Indeks Mutu Hidup yang berkorelasi dengan pendidikan dan kesehatan serta kesejahteraan rumah tangga, umumnya berhubungan dengan Wanita.

Memang arus pemikiran di dunia sekarang ini adalah bagaimana menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan perempuan tetapi dengan melibatkan perempuan itu sendiri. Pada titik inilah banyak persoalan yang bukan hanya sulit tetapi masih berupa tembok tinggi.

Untuk partisipasi dalam menentukan keputusan misalnya, perempuan amat lemah aksesnya terhadap kebijakan politik dibandingkan dengan laki-laki. Pemilu legislatif adalah contohnya. Sebelum dibatalkan oleh MK, pasal mengenai pendaftaran caleg perempuan minimal 30 persen adalah pintu masuk bagi keberadaan perempuan di parlemen. Sayangnya, niat tersebut tidak diakomodasi lagi dalam sistem pemilihan dengan suara terbanyak sebagaimana sudah kita saksikan bersama.

Titik puncak dari keberadaan Wanita Indonesiai memang sudah pernah dicapai dengan terpilihnya seorang perempuan menjadi Presiden di negeri ini. Tetapi ternyata hal itu tidak mencerminkan banyak kaum perempan lain yang tetap terpinggirkan. Perempuan dan kebutuhan-kebutuhannya tetap menjadi warga negara kelas dua di negeri ini.

Salah satu persoalan besar adalah pada konstruksi budaya dan sosial yang masih erat dan kuat melekat. Konstruksi itu terwujud di dalam berbagai aturan, etika, bahkan UU yang secara sadar diletakkan di dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Adalah masyarakat kita yang selalu merasa tidak pantas bagi seorang perempuan melakukan pekerjaan tertentu, menduduki posisi tertentu atau melakukan kegiatan tertentu. Adalah aturan dan etika bahwa seorang perempuan selalu dicurigai melakukan prostitusi misalnya, yang di beberapa daerah justru mengabaikan keadilan bagi mereka. Adalah aturan bermasyarakat yang selalu menempatkan perempuan di bagian rumah tangga dan pekerjaan di bagian yang lebih penting dan lebih terhormat dilakukan oleh kaum laki-laki.
Konstruksi demi konstruksi menjadi aturan dan apa yang sebenarnya tidak benar kemudian menjadi bias dan perempuan tetap diabaikan di dalam begitu banyak persoalan. Keberadaan buruh perempuan misalnya hampir-hanpir tidak terlindungi hak reproduksinya. Di beberapa wilayah, perempuan malah mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan sektor produksi, tetapi pada saat yang bersamaan mereka juga harus berurusan dengan kebutuhan rumah tangga.

Karena itu, dibutuhkan lebih dari hanya sekedar kerja keras dari Wanita Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan kesejahteraan. Dibutuhkan peran penting juga dari laki-laki supaya pemberdayaan perempuan juga adalah membuka ruang akses yang lebih luas bagi kedua belah pihak untuk memberikan kontribusi. Yang namanya masyarakat yang sejahtera, memerlukan kerjasama dan komitmen dari seluruh pihak yang terlibat.

Bagaimana Pendapat anda Wanita Indonesia?

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites